Selasa, 14 Mei 2013

TUGAS 4


TUGAS 4

1.   Jika Peredaran uang di Indonesia dianggap dapat menimbulkan inflasi maka Bank Indonesia Sebagai        Pelaksanaan kebijaksanaan meneter adlah melakukan tindakan ?


langkah-langkah BI
 
BI menyadari adanya ancaman meningkatnya tekanan inflasi (karena kenaikan harga BBM) dan masalah kelebihan likuiditas. Hal ini terlihat dari pernyataan para pejabat BI bahwa BI akan memperketat kebijakan moneternya.
 
Pernyataan tersebut dibuktikan dalam dua lelang SBI terakhir di bulan April, yang menghasilkan peningkatan suku bunga SBI. Suku bunga SBI satu bulan mencapai 7,70 persen dalam lelang terakhir, naik cukup signifikan dari 7,44 persen pada akhir bulan Maret.
 
Akan tetapi, bila dilihat dari sisi penyerapan kelebihan likuiditas, dapat dikatakan BI belum berbuat apa-apa. Hal ini terlihat dari data dua lelang terakhir. Pada minggu pertama bulan April, SBI yang diterbitkan (BI menyerap uang) mencapai Rp 64,72 triliun, sedangkan SBI yang jatuh tempo (BI menyuplai uang) mencapai Rp 71,99 triliun. Dan, pada lelang minggu ke tiga bulan April, SBI yang diterbitkan mencapai Rp 46,07 triliun, sedangkan yang jatuh tempo Rp 52 triliun.
 
Jadi, dalam dua lelang terakhir, dana yang diserap BI lebih sedikit dari dana yang dikeluarkan, atau terjadi penambahan uang di dalam sistem perekonomian (ada kemungkinan BI menyerap tambahan uang tersebut dengan Fasilitas Bank Indonesia/FASBI, namun sulit untuk memastikan hal tersebut karena datanya belum ada).
 
Hasil yang dicapai dari lelang SBI tersebut adalah kenaikan suku bunga SBI. Dan, kenaikan tersebut telah menekan harga obligasi, yang menimbulkan kepanikan pada industri reksa dana yang terlihat dari redemption yang masif. Untuk membantu menenangkan industri reksa dana, BI telah membeli obligasi pemerintah di pasar sekunder sebanyak dua kali. Masing-masing sebesar Rp 4,3 triliun (7 April 2005) dan Rp 2,2 triliun (13 April 2005).
 
Dalam proses pembelian tersebut, BI membayarkan uang kepada pemilik lama obligasi yang dibeli. Artinya, ada tambahan uang lagi ke sistem perekonomian. Hal ini membuat kebijakan menaikkan suku bunga SBI semakin tidak efektif. Di bulan April, BI tidak menyerap kelebihan likuiditas yang ada di pasar. Malah sebaliknya, BI menambah suplai uang ke dalam sistem perekonomian, yang memberi tekanan tambahan terhadap laju inflasi dan terhadap rupiah. Akibatnya, rupiah semakin terpuruk.
 
Pelajaran dari krisis lalu
 
Kekonsistenan sangat diperlukan dalam kebijakan moneter. Harus diperhatikan bahwa, dalam jangka pendek, penurunan laju pertumbuhan suplai uang (kebijakan moneter ketat) berasosiasi dengan kenaikan suku bunga. Dan, kenaikan laju pertumbuhan suplai uang (kebijakan moneter yang longgar) berasosiasi dengan penurunan suku bunga.
 
Jadi, dalam melakukan kebijakan moneter, selain memerhatikan arah pergerakan suku bunga, bank sentral juga harus memerhatikan arah laju pertumbuhan suplai uang. Membuat kedua variabel tersebut bergerak searah akan membingungkan pasar dan dapat membuat kebijakan moneter menjadi tidak efektif.
 
Krisis ekonomi yang melanda Asia pada tahun 1997-1998 dapat memberikan pelajaran yang amat berharga buat kita bahwa cara mengendalikan laju inflasi yang paling efektif adalah dengan mengendalikan laju pertambahan suplai uang (M1).
 
Pada masa krisis kita sering mendengar klaim bahwa Indonesia melakukan kebijakan moneter ketat. Hal itu dapat dilihat dari kenaikan suku bunga yang amat tinggi. Pada puncaknya, suku bunga SBI mencapai sekitar 70 persen. Tetapi, pada masa tersebut kita merasakan laju inflasi yang tinggi pula, bahkan pernah mencapai sekitar 80 persen (gambar 1). Apakah kebijakan moneter ketat tersebut tidak efektif? Iya, kalau dilihat dari suku bunga saja.
 
Tetapi, kalau dilihat dari sisi laju pertumbuhan suplai uang, sebenarnya Indonesia tidak melakukan kebijakan uang ketat pada saat itu. Yang terjadi bahkan sebaliknya, M1 tumbuh dengan amat pesat (di atas 50 persen). Hal itulah yang membuat laju inflasi menjadi lebih tinggi pada tahun 1998.
 
Sementara itu, negara tetangga kita berhasil melakukan kebijakan moneter ketat yang lebih efektif. Thailand, misalnya, hanya menaikkan suku bunga ke level sekitar 20 persen. Akan tetapi, negara tersebut dapat mengendalikan laju pertumbuhan suplai uangnya dengan lebih baik. Pertumbuhan M1 berfluktuasi di sekitar nol persen pada masa krisis, bahkan sering memiliki nilai negatif. Akibatnya, laju inflasi dapat ditekan di bawah sepuluh persen pada masa krisis (gambar 2).
 
Malaysia bahkan dapat menekan laju pertumbuhan M1 tanpa harus menaikkan suku bunga signifikan. Akibatnya, inflasi yang dialami negara tersebut bahkan lebih kecil lagi dibandingkan dengan yang dialami Thailand (gambar 3).
 
Data pada masa krisis juga memperlihatkan, laju pertumbuhan uang yang terkendali dapat juga mengurangi tingkat pelemahan nilai tukar. Pada masa krisis, depresiasi maksimum dari nilai tukar ringgit Malaysia adalah 45 persen (dibandingkan dengan nilai tukar pada bulan Januari 1997) dan depresiasi maksimum nilai tukar baht Thailand adalah 52 persen. Sementara itu, nilai tukar rupiah mengalami depresiasi maksimum 84 persen.
 
Konsistensi kebijakan
 
Kita tidak perlu terlalu panik dengan pelemahan rupiah saat ini. Nilai tukar rupiah pada level sekarang tidak akan mengganggu pertumbuhan ekonomi Indonesia secara signifikan. Di samping itu, peluang terjadinya krisis mata uang lagi seperti tahun 1997-1998 amatlah kecil.
 
Pertama-tama, cadangan devisa Indonesia sekarang cukup besar. Selain itu, bank sentral di kawasan Asia mempunyai cadangan devisa dollar AS yang cukup besar (lebih dari 2 triliun dollar AS) untuk mencegah penguatan dollar AS yang terlalu berlebihan.
 
Selain itu, sekarang sudah ada perjanjian antar-bank sentral di kawasan Asia, yang disebut Chiang Mai Initiative, di mana Indonesia dapat meminjam uang lebih dari 10 miliar dollar AS, 1 miliar dollar AS di antaranya dapat dicairkan tanpa persyaratan yang rumit.
 
Lebih jauh lagi, penambahan instrumen moneter yang dilakukan BI tentunya akan membuat pengendalian nilai tukar menjadi lebih mudah. Namun, BI harus tetap menjaga komitmennya untuk mengendalikan laju inflasi dengan mengendalikan laju pertumbuhan suplai uang.
 
Laju inflasi yang terkendali pada akhirnya akan menurunkan ekspektasi inflasi dan juga akan menurunkan ekspektasi terhadap pelemahan nilai tukar rupiah. Dan, untuk mencapai hal tersebut, kebijakan moneter harus dilakukan secara konsisten. Misalnya pada saat ingin melalukan kebijakan moneter yang ketat, sebaiknya tidak melakukan pembelian obligasi di pasar sekunder karena hal itu akan meningkatkan laju pertumbuhan suplai uang dan membuat kebijakan moneter ketat menjadi tidak efektif.
 
2. factor utama yang menyebabkan timbulnya perdagangan internasional
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perdagangan internasional dapat diuraikan sebagai berikut.

a. Perbedaan Sumber Alam
Suatu negara mempunyai kekayaan alam yang berbeda, sehingga hasil pengolahan alam yang dinikmati juga berbeda. Oleh karena sumber kekayaan alam yang dimiliki suatu negara sangat terbatas, sehingga diperlukan tukar-menukar atau perdagangan.

b. Perbedaan Faktor Produksi
Selain faktor produksi alam, suatu negara mempunyai perbedaan kemampuan tenaga kerja, besarnya modal yang dimiliki, dan keterampilan seorang pengusaha. Oleh karena itu, produk yang dihasilkan oleh suatu negara juga mengalami perbedaan, sehingga dibutuhkan adanya perdagangan.

c. Kondisi Ekonomis yang Berbeda
Karena adanya perbedaan faktor produksi yang mengakibatkan perbedaan biaya produksi yang dikeluarkan untuk membuat barang, maka bisa jadi dalam suatu Negara memerlukan biaya tinggi untuk memproduksi barang tertentu. Sehingga negara tersebut bermaksud mengimpor barang dari luar negeri karena biayanya dianggap lebih murah.

d. Tidak Semua Negara Dapat Memproduksi Sendiri Suatu Barang
Karena keterbatasan kemampuan suatu negara, baik kekayaan alam maupun yang lainnya, maka tidak semua barang yang dibutuhkan oleh suatu negara mampu untuk diproduksi sendiri, untuk itulah diperlukan tukar-menukar antarbangsa.

e. Adanya Motif Keuntungan dalam Perdagangan
Biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang selalu terdapat perbedaan. Adakalanya suatu negara lebih untung melakukan impor daripada memproduksi sendiri. Namun, adakalanya lebih menguntungkan kalau dapat memproduksi sendiri barang tersebut, karena biaya produksinya lebih mudah. Oleh karena itu, negara-negara tersebut akan mencari keuntungan dalam memperdagangkan barang hasil produksinya.

f. Adanya Persaingan Antarpengusaha dan Antarbangsa
Persaingan ini akan berakibat suatu negara meningkatkan kualitas barang hasil produksi dengan biaya yang ringan, sehingga dapat bersaing dalam dunia perdagangan.

3.ciri-ciri suatu Negara yang telah berhasil membangun Negara di lihat dari

 Dalam era globalisasi seperti saat ini, kamajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu negara. Oleh karena itu untuk mengidentifikasi suatu negara apakah termasuk sebagai negara maju atau negara berkembang dapat dilihat dari kemajuan teknologi dan hasil pembangunannya.
Menentukan suatu negara tergolong negara maju atau negara berkembang tidak hanya dipandang dari sudut pendapatan per kapita negara tersebut. Banyak faktor lain yang harus dipertimbangkan seperti perumbuhanpenduduk, tingkat kesehatan, tingkat pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, angka kelahiran dan kematian, angka harapan hidup dan sebagainya.

    Negara Maju

Negara maju dapat didefinisikan sebagai suatu negara yang memiliki tingkat kemakmuran penduduk yang cukup tinggi, jika dibandingkan dengan negera lainnya. Adapun ciri-ciri negara maju, adalah sebagai berikut :
1. Sebagian besar penduduknya bekerja pada sektor industri dan jasa
2. Pendapatan perkapitanya tinggi, yaitu di atas 10.000 US $.
3. Sektor pertanian dikelola secara intensif dan menggunakan alat- alat modern.
4. Sumber daya manusianya berkualitas baik/tinggi.
5. Pertumbuhan penduduk rendah yaitu 0,1% - 1% setiap tahunnya.

 Negara Berkembang

Negara berkembang adalah negara yang memiliki tingkat pendapatan per kapita yang rendah. Hal ini yang penyebabkan negara- negara berkembang terus berusaha bergerak maju membangun negaranya dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan penduduknya.
Adapun ciri-ciri negara berkembang, adalah sebagai berikut :

1. Sebagian besar penduduk bekerja di bidang pertanian.
2. Pendapatan per kapita rendah yaitu di bawah 10.000 US $.
3. Tingkat pertumbuhan penduduknya tinggi yaitu di atas 2 %
4. Tingkat pengangguran sangat tinggi dikarenakan kurangnya lapangan pekerjaan.
5. Kualitas sumber daya manusianya rendah, sehinga penguasaan ilmu dan teknologi terhambat.

4. benarkah inflasi selalu merugikan?

Tidak, karena  Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar