Jumat, 07 Maret 2014

TULISAN 1


Aspek Hukum Dalam Perekonomian Indonesia

Sejarah perekonomian dunia, memperlihatkan bahwa banyak permasalahan yang mendesak di dunia karena masalah ekonomi.  Contohnya pada tahun 1930 dunia mengalami masalah pengangguran di kalangan tenaga kerja dan sumber daya lainnya, begitu juga tahun 1940 dunia mengalami masalah merealokasikan sumber daya yang langka dengan cepat antara kebutuhan perang dengan kebutuhan sipil. Tahun 1950 terjadi masalah inflasi, tahun 1960 terjadi kemunduran pertumbuhan ekonomi, tahun 1970 dan awal tahun 1980 terjadi kasus biaya energi yang meningkat (harga minyak yang meningkat sepuluh kali dibandingkan dekade sebelumnya) (Lipsey, et. al. 1991), memasuki akhir tahun  2008 sampai dengan saat ini krisis finansial global yang dimulai di Amerika Serikat sejak 2007 yang dipicu macetnya kredit perumahan  (subprime mortgage) juga telah menimbulkan permasalahan yang mendunia.
Dampak yang dirasakan Indonesia antara lain karena perekonomian dunia melemah sehingga pasar ekspor bagi produk Indonesia menjadi sangat menurun, nilai tukar rupiah terdepresiasi sehingga hutang luar negeri pemerintah maupun swasta menjadi beban yang cukup berat.  Sejarah Indonesia dalam kurun waktu yang panjang sebagai negara jajahan bangsa asing karena  alasan ekonomi bahwa Indonesia merupakan sumber hasil bumi yang sangat penting bagi dunia juga mempelihatkan bahwa masalah ekonomi adalah masalah yang penting bagi suatu negara.
Dari uraian diatas, kita dapat melihat bahwa persoalan-persoalan ekonomi selalu muncul dari penggunaan sumberdaya yang langka untuk memuaskan keinginan manusia yang tak terbatas dalam upaya meningkatkan kualitas hidupnya. Akibat kelangkaan, maka terjadi perebutan untuk menguasai sumberdaya yang langka tersebut.   Perebutan menjadi penguasa atas sumber daya yang langka bisa menimbulkan persengketaan antar pelaku ekonomi bahkan bisa memicu perang baik antar daerah maupun antar negara.
Permasalahan ekonomi ini perlu diatur agar pemanfaatan sumber daya yang terbatas dapat berjalan dengan baik dengan prinsip – prinsip keadilan.  Hukum ekonomi merupakan salah satu alat untuk mengatasi berbagi persoalan tersebut.

Pemanfaatan sumber daya yang terbatas menyebabkan perlunya suatu perangkat hukum yang dapat mengatur agar semua pihak yang berkepentingan mendapat perlakuan yang adil (win-win solution) dan agar tidak terjadi perselisihan diantara pelaku ekonomi.  Fungsi hukum salah satunya adalah mengatur kehidupan manusia bermasyarakat di dalam berbagai aspek.  Manusia melakukan kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhannya. Manusia tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri, oleh karena itu manusia melakukan interaksi dengan manusia lainnya.  Interaksi ini sering kali tidak berjalan dengan baik karena adanya benturan kepentingan diantara manusia yang berinteraksi.  Agar tidak terjadi perselisihan maka harus ada kesepakatan bersama diantara mereka.  Kegiatan ekonomi sebagai salah satu kegiatan sosial manusia juga perlu diatur dengan hukum agar sumber daya ekonomi, pemanfaatan dan kegiatannya dapat berjalan dengan baik dengan mempertimbangkan sisi keadilan bagi para pelaku ekonomi.  Hukum atau peraturan perekonomian yang berlaku disetiap kelompok sosial atau suatu bangsa berbeda-beda tergantung kesepakatan yang berlaku pada kelompok sosial atau bangsa tersebut.
Hukum tertinggi yang mengatur mengenai perekonomian di Indonesia terdapat dalam pasal 33 UUD 1945, yang berbunyi :
(1)        Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan
(2)        Cabang–cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
(3)        Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
(4)        Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
(5)        Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
Tujuan suatu bangsa salah satunya adalah mensejahterakan rakyatnya.  Seperti tujuan Negara Indonesia yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berlandaskan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.  Dalam tujuan negara tersebut disebutkan memajukan kesejahteraan umum.  Jadi perekonomian nasional ini ditujukan bagi kemajuan dan kesejahteraan umum.
Dari pasal 33 tersebut bahwa perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama yang berdasarkan asas kekeluargaan-lah yang diamanatkan UUD kita.  Koperasi adalah salah satu bentuk dari amanat pasal 33 ayat 1.  Tujuan koperasi adalah untuk kesejahteraan anggotanya.  Di  Indonesia sendiri telah banyak berdiri koperasi-koperasi.  Namun koperasi-koperasi yang ada masih banyak yang dihadapkan oleh permasalahan masih rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi dalam koperasi, dalam PP No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009 dalam lampiran Pasal (6) Bab 20 mengenai Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah bahwa koperasi yang aktif hanya 76% dari total jumlah yang ada.  Dan hanya 48% dari koperasi yang aktif tersebut yang menyelenggarakan RAT (Rapat Anggota Tahunan).  Selain itu disebutkan juga  tertinggalnya kinerja Koperasi dan kurang baiknya citra koperasi karena banyak koperasi terbentuk tanpa didasari oleh kepentingan bersama dan prinsip kesukarelaan para anggotanya, sehingga kehilangan jati diri koperasi yang otonom dan swadaya. Banyak koperasi yang tidak profesional menggunakan teknologi dan kaidah-kaidah ekonomi modern sebagaimana layaknya badan usaha.
Pasal 33 UUD 1945 ayat 2 menyebutkan bahwa negara menguasai cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dan juga bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.  BUMN (Badan Usaha Milik Negara) adalah salah satu dari pelaksanaan pasal tersebut dimana terdapat PT. Pertamina, PT. Aneka Tambang, PT Pertani, PT Pupuk Kaltim, PT Pertani dan lain-lain.  Dalam era privatisasi yang pada mulanya dilakukan untuk efisiensi dan terbukanya modal asing yang masuk ke Indonesia perlu diwaspadai agar  jangan sampai cabang- cabang produksi yang penting dan kekayaan alam yang ada di Indonesia menjadi milik asing dan hanya memperoleh sedikit keuntungan atau royalti dan jangan sampai  Indonesia  hanya sebagai penonton di negeri sendiri.  Peranan hukum disini adalah untuk melindungi kepentingan negara perlu dibuat agar dapat terwujud bangsa yang sejahtera dan menjadi tuan di negeri sendiri.
Hukum Ekonomi Indonesia juga harus mampu memegang amanat UUD 1945 (amandemen) pasal 27 ayat (2) yang berisi : “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Negara juga memiliki kewajiban untuk mensejahteraan rakyatnya, sehingga perekonomian harus dapat mensejahterakan seluruh rakyat, sementara fakir miskin dan anak yang terlantar juga perlu dipelihara oleh Negara. Negara perlu membuat iklim yang kondusif bagi usaha dan bagi masyarakat yang tidak mampu dapat diberdayakan. Sementara yang memang tidak dapat berdaya seperti orang sakit, cacat perlu diberi jaminan sosial (Pasal 34 UUD 1945). Tugas negara ini dalam kondisi sekarang tidaklah mudah dimana kemampuan keuangan pemerintah sendiri juga terbatas. Konsep perekonomian yang baik perlu dilaksanakan.
Indonesia merupakan bagian dari masyarakat global sehingga Indonesia pun tidak terlepas dari hukum internasional termasuk yang menyangkut ekonomi.  Tetapi walaupun demikian, kita juga harus bersikap kritis dan memperjuangkan hak bagi kesejahteraan Negara kita,  karena tidak semua kebijakan ekonomi tersebut dapat diterapkan dan kalaupun diterapkan harus ada penyesuaian dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa, sehingga dalam pengaturan hukum ekonominya harus mempertimbangkan hal tersebut. Di era orde baru kita pernah mencoba mengatur Negara ini menggunakan sistem sentralisasi atau terpusat.  Semua kegiatan ekonomi diatur oleh pemerintah pusat.  Diakui dengan sistem ini perekonomian kita sempat berjaya dengan swasembada beras, namun di sisi lain terjadi kesenjangan antara pusat-pusat ekonomi dengan daerah-daerah yang terpencil dan kurangnya pemerataan pembangunan.
Sistem pemerintahan Indonesia dalam Bab VI Pasal 18 UUD 1945 (amandemen) juga diatur mengenai desentralisasi yang didalamnya termuat juga desentralisasi bidang ekonomi.  Pasal tersebut berisi :
(1)   Negara Kesatuan Republik Indonesia di bagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi itu di bagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang
(2)   Pemerintah daerah propinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
(3)    Pemeritahan daerah propinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang angota-angotanya dipilih melalui pemilihan umum
(4)   Gubernur, Bupati dan Walikota masing masing sebagai kepala pemerintahan daerah propinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis
(5)   Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah
(6)   Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan
(7)   Susunan dan tatacara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang
Pasal 18A:
(1)   Hubungan wewenang antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah propinsi, kabupaten, kota atau antara propinsi, kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah
(2)   Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumberdaya lainnya antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang
Pasal 18B:
(1)   Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang
(2)   Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang
Pada pasal 18A ayat (2) sangat jelas menunjukkan bahwa masalah pemanfaatan sumberdaya juga diatur dalam undang-undang ini. Tujuan utama desentralisasi adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui penyelenggaraan urusan/fungsi/tanggung jawab pemerintahan untuk penyediaan pelayanan masyarakat lebih baik. Pelaksanaan otonomi daerah yang baik akan meningkatkan kesejahteraan rakyat.  Beberapa contoh sukses ditunjukkan dalam Koran Tempo, Senin, 22 Desember 2008, sejumlah kepala daerah di negeri ini dapat mengembangkan kreativitasnya dalam memajukan daerahnya. Peran pimpinan daerah dalam mendorong terciptanya pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan sangatlah penting.  Kriteria yang dipilih Tempo untuk menyeleksi para calon tokoh pimpinan daerah adalah dalam sektor pelayanan pubik, transparansi dan keramahan pada dunia usaha setempat.  Hal ini dilakukan Tempo karena dianggap masih banyak anggapan miring tentang otonomi daerah sebagai desentralisasi korupsi dan munculnya raja-raja kecil.  Sebanyak 61 kasus kepala daerah menjadi tersangka dan kemudian menjadi terpidana akibat praktek yang salah dalam menjalankan otonomi dan presepsi mengenai otonomi daerah. Pemerintahan di daerah harus berhati-hati dalam membuat regulasi ataupun perangkat hukum yang menyangkut perekonomian daerahnya, agar tidak terjadi salah presepsi tentang otonomi ekonomi daerah. Peranan pemerintah pusat juga harus lebih ketat dalam mengawasi jalannya otonomi daerah agar tujuan nasional dapat berjalan sebagai mana mestinya. Keberpihakan pemerintah baik pusat maupun daerah terhadap pertumbuhan koperasi, usaha kecil dan menengah daerah diharapkan mampu mengurangi jurang antara masyarakat mapan dan marjinal, karena dengan pertumbuhan koperasi, usaha kecil dan menengah akan mengurangi ketergantungan masyarakat akan import dan memperluas lapangan pekerjaan.  Sehingga akan mengurangi beban pemerintah dan diharapkan daerah mampu mandiri mengatasi kesulitan didaerahnya sesuai dengan sumberdaya yang ada didaerah tersebut.  Pemerintahan daerah juga harus menjaga agar otonomi daerah adalah bukan mengatur daerah dengan kacamata kedaerahannya tetapi lebih melihat bahwa negara kita mempunyai tujuan bersama yang mulia seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.  Pemerintahan daerah juga tidak boleh semena-mena menyombongkan diri apabila berhasil, tetapi juga mau membantu daerah lain, minimal dengan menularkan informasi tentang keberhasilan mereka terhadap daerah lain.
Untuk itu diperlukan koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah dalam melakukan perumusan dan sosialisasi mengenai batasan-batasan dan sanksi hukum yang jelas bagi pelaku ekonomi baik tingkat pusat maupun daerah, yang kemudian ditetapkan menjadi peraturan atau kebijakan pemerintah pusat maupun daerah.  Dalam hal sosialisasi, pemerintah perlu juga melibatkan media massa ataupun membentuk kader-kader yang siap memberikan informasi mengenai keberadaan peraturan maupun  kebijakan tersebut. Pemerintah juga perlu memberikan penghargaan kepada tokoh, pimpinan atau masyarakat yang melakukan perubahan posistif terhadap perkembangan ekonomi daerahnya, diharapkan kegiatan ini memacu munculnya tokoh-tokoh yang peduli terhadap keberhasilan daerah untuk mencapai kesejahteraan.
Aspek hukum yang mengatur perekonomian Indonesia sudah diamanatkan  dalam UUD 1945 yang sudah empat kali diamandemen, namun baru tahun 1982 ada sebuah penelitian yang dilakukan mengenai Hukum Ekonomi Indonesia.  Penelitian ini dilakukan oleh Universitas Padjajaran Bandung yang di pimpin oleh DR. C.F.G Sunaryati Hartono, S.H, yang diterbitkan dalam bentuk buku dengan judul Hukum Ekonomi Indonesia. Dalam buku tersebut Hukum Ekonomi Indonesia dibedakan menjadi dua yaitu Hukum Ekonomi Pembangunan dan Hukum Ekonomi Sosial (Soedijana, Yohanes, Setyardi, 2008). Hukum Ekonomi Pembangunan adalah pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi (peningkatan produksi) secara nasional dan berencana. Hukum Ekonomi Pembangunan meliputi bidang-bidang pertanahan, bentuk-bentuk usaha, penanaman modal asing, kredit dan bantuan luar negeri, perkreditan dalam negeri perbankan, paten, asuransi, impor ekspor, pertambangan, perburuhan, perumahan, pengangkutan dan perjanjian internasional. Hukum Ekonomi Sosial adalah pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil dan merata, sesuai dengan martabat kemanusiaan (hak asasi manusia) manusia Indonesia (distribusi yang adil dan merata). Hukum Ekonomi Sosial meliputi bidang obat-obatan, kesehatan dan keluarga berencana, perumahan, bencana alam, transmigrasi, pertanian, bentuk-bentuk perusahaan rakyat, bantuan dan pendidikan bagi pengusaha kecil, perburuhan, pendidikan, penderita cacat, orang-orang miskin dan orang tua serta pensiunan (Soedijana, Yohanes, Setyardi, 2008).
Sejarah Hukum Ekonomi Indonesia juga pernah menganut sistem ekonomi Pancasila, yang menurut Emil Salim menpunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a)      Sistem ekonomi pasar dengan unsur perencanaan
b)      Berprinsip keselarasan, karena Indonesia menganut paham demokrasi ekonomi dengan azas perikehidupan keseimbangan.  Keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat
c)      Kerakyatan, artinya sistem ekonomi ditujukan untuk kepentingan rakyat banyak
d)      Kemanusiaan, maksudnya sistem ekonomi yang memungkinkan pengembangan unsur kemanusiaan
Apakah hukum diperlukan dalam mengelola perekonomian negara? Masih banyak masyarakat yang bertanya demikian karena terkadang hukum lebih banyak dianggap sebagai faktor penghambat daripada sebagai faktor yang melandasi ekonomi.  Walaupun demikian sudah seharusnya ada hukum yang mengatur dan mengelola perekonomian negara, karena pada dasarnya hukum mempunyai beberapa peranan dalam pembangunan ekonomi Indonesia.  Peranan hukum (Soedijana, Yohanes, Setyardi, 2008) tersebut antara lain adalah :
1.       Hukum sebagai pemelihara ketertiban dan keamanan
2.      Hukum sebagai sarana pembangunan
3.      Hukum sebagai sarana penegak keadilan
4.      Hukum sebagai sarana pendidikan masyarakat
Dari beberapa syarat tentang hukum yang ditulis dalam Bab (2), buku Ekonomi Pembangunan Indonesia  yang patut dipertimbangkan yaitu :
1.       Bahwa kaidah-kaidah hukum nasional kita harus berdasarkan falsafah kenegaraan Pancasila dan UUD 1945
2.      Bahwa kaidah-kaidah hukum nasional kita harus mengandung dan memupuk nilai-nilai baru yang mengubah nilai-nilai sosial yang bersumber pada kesukuan dan kedaerahan menjadi nilai-nilai sosial yang bersumber memupuk kehidupan dalam ikatan kenegaraan secara nasional
3.      Bahwa sistem hukum nasional itu mengandung kemungkinan untuk menjamin dinamika dalam rangka pembaharuan hukum nasional itu sendiri, sehingga secara kontinyu dapat mempersiapkan pembangunan dan pembaharuan masyarakat di masa berikutnya. Setelah pemerintah daerah dan kota membuat perangkat hukum, yang menjadi tugas selanjutnya adalah  perlunya sosialisasi dalam penerapan hukum ekonomi di daerah dan kota.  Sosialisasi ini bertujuan agar setiap pelaku ekonomi daerah dan kota mengetahui batasan-batasan hukum dan sanksi hukum dengan jelas.
Peran pemerintah daerah juga diperlukan dalam peningkatan perekonomoian Indonesia. Menurut Menteri Koordinator Perekonomian Boediono di Jakarta, Kompas, Rabu (19/12), selama ini kontribusi pemerintah daerah (pemda) masih minim. Lebih lanjut Boediono mengatakan, masih ada beberapa rencana tindak yang belum tuntas dalam paket kebijakan ekonomi, baik dalam kebijakan perbaikan iklim investasi, percepatan pembangunan infrastruktur, usaha mikro-kecil-menengah (UMKM), maupun kebijakan sektor keuangan. Oleh karena itu, masih diperlukan paket kebijakan lanjutan yang akan dikeluarkan pada tahun 2008. “Inti pokoknya, paket itu merupakan alat mengoordinasi kebijakan dan mengarahkan peta jalan selama dua tahun ke depan (2008-2009). Nanti, apakah matriks itu dipayungi inpres (instruksi presiden) atau apa, tidak jadi masalah,” ujar Boediono (sekarang Wakil Presiden RI).
Ketua Tim Pengawas Pencapaian Paket Kebijakan Ekonomi Jannes Hutagalung pada era Menko Perekonomian Boediono mengatakan, fungsi pemda akan diperbanyak dalam pelaksanaan rencana tindak paket kebijakan ekonomi 2008. Itu disebabkan sebagian besar pelaksanaan programnya ada di daerah. “Misalnya, program UMKM. Untuk sektor ini, kami akan lebih meningkatkan kerja sama dengan pemda,” kata Jannes.  Sebenarnya, ujar Jannes, dalam paket kebijakan ekonomi terdahulu sudah diatur tentang penunjukan pejabat di kabupaten dan kota untuk membantu tugas pengawasan yang dibentuk Menko Perekonomian. Namun, belum semua kabupaten dan kota melaksanakannya. Boediono menambahkan, “Harapan kami kalau ada pejabat yang ditugaskan di setiap kabupaten, kami bisa berkomunikasi dengan baik.”  Pemerintah memastikan paket kebijakan ekonomi yang sudah digulirkan sejak tahun 2006 akan berubah wujud, terutama dalam bentuk legalitasnya.
Hal itu dimungkinkan karena paket kebijakan ekonomi tersebut tidak akan ditertibkan dalam bentuk inpres, tetapi produk hukum lain yang lebih kuat. Aspek yang tercakup antara lain adalah perbaikan iklim investasi, percepatan pembangunan infrastruktur, reformasi sektor keuangan, dan UMKM. Keberadaan rencana tindak dalam paket kebijakan akan memudahkan pengawasan oleh masyarakat. Kebijakan paket kebijakan ekonomi terdahulu diatur dalam Inpres Nomor 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM (Kompas, 19 Desember 2008).
Kegiatan ekonomi manusia sebagai salah satu kegiatan sosial manusia juga perlu diatur dengan hukum agar sumber daya ekonomi, pemanfaatan dan kegiatannya dapat berjalan dengan baik dengan mempertimbangkan sisi keadilan bagi para pelaku ekonomi.
Hukum atau peraturan perekonomian yang berlaku di setiap kelompok sosial atau suatu bangsa berbeda-beda tergantung kesepakatan yang berlaku pada kelompok sosial atau bangsa tersebut. Sehingga aspek hukum harus dibuat berdasarkan tingkat kepentingan yang muncul pada suatu masyarakat di suatu wilayah, untuk itulah perlu dibuat aspek hukum yang sejalan dengan kebijakan otonomi daerah dalam kerangka pemerataan kesejahteraan nasional.
Pelaksanaan hukum ekonomi sendiri perlu terus diawasi sehingga tidak menimbulkan distorsi tetapi justru dapat meningkatkan perekonomian itu sendiri. Seperti contoh : Otonomi daerah yang bila dilaksanakan dengan baik dapat memberikan keleluasaan bagi pemerintah daerah untuk berinovasi bagi kesejahteraan daerahnya bukan untuk menonjolkan sisi kedaerahannya masing-masing.
Komitmen dan institusi pengawasan yang baik juga perlu dikembangkan agar penegakan hukum dapat berlaku baik bagi masyarakat maupun aparat hukum itu sendiri.
Referensi:

Senin, 06 Januari 2014

BAB 12

PERKEMBANGAN KOPERASI
Pada dasarnya lembaga koperasi sejak awal diperkenalkan di Indonesia memang sudah diarahkan untuk berpihak kepada kepentingan ekonomi rakyat yang dikenal sebagai golongan ekonomi lemah. Strata ini biasanya berasal dari kelompok masyarakat kelas menengah kebawah. Eksistensi koperasi memang merupakan suatu fenomena tersendiri, sebab tidak satu lembaga sejenis lainnya yang mampu menyamainya, tetapi sekaligus diharapkan menjadi penyeimbang terhadap pilar ekonomi lainnya. Lembaga koperasi oleh banyak kalangan, diyakini sangat sesuai dengan budaya dan tata kehidupan  bangsa Indonesia. Di dalamnya terkandung muatan menolong diri sendiri, kerjasama untuk kepentingan bersama (gotong royong), dan beberapa esensi moral lainnya. Sangat banyak orang mengetahui tentang koperasi meski belum tentu sama pemahamannya, apalagi juga hanya sebagian kecil dari populasi bangsa ini yang mampu berkoperasi secara benar dan konsisten. Sejak kemerdekaan diraih, organisasi koperasi selalu memperoleh tempat sendiri dalam struktur perekonomian dan mendapatkan perhatian dari pemerintah. 

Keberadaan koperasi sebagai lembaga ekonomi rakyat ditilik dari sisi usianyapun yang sudah lebih dari 50 tahun berarti sudah relatif matang. Sampai dengan bulan November 2001, misalnya, berdasarkan data Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998  mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November 2001, sebanyak 96.180 unit (88,14 persen). Hingga tahun 2004 tercatat 130.730, tetapi yang aktif mencapai 28,55%, sedangkan yang menjalan rapat tahunan anggota (RAT) hanya 35,42% koperasi saja. Data terakhir tahun 2006 ada 138.411 unit dengan anggota 27.042.342 orang akan tetapi yang aktif 94.708 unit dan yang tidak aktif sebesar 43.703 unit.

Namun uniknya, kualitas perkembangannya selalu menjadi bahan perdebatan karena tidak jarang koperasi dimanfaatkan di luar kepentingan generiknya. Juga, secara makro pertanyaan yang paling mendasar berkaitan dengan kontribusi koperasi terhadap  Produk Domestik Bruto (PDB), pengentasan kemiskinan, dan penciptaan lapangan kerja. Sedangkan secara mikro pertanyaan yang mendasar berkaitan dengan kontribusi koperasi terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan anggotanya.  Menurut Merza (2006), dari segi kualitas, keberadaan koperasi masih  perlu upaya yang sungguh-sungguh untuk ditingkatkan mengikuti tuntutan lingkungan dunia usaha dan lingkungan kehidupan dan kesejahteraan para anggotanya. Pangsa koperasi dalam berbagai kegiatan ekonomi masih relatif kecil, dan ketergantungan koperasi terhadap bantuan dan perkuatan dari pihak luar, terutama Pemerintah, masih sangat besar.3Jadi, dalam kata lain, di Indonesia, setelah  lebih dari 50 tahun keberadaannya, lembaga yang namanya koperasi  yang diharapkan menjadi pilar atau soko guru perekonomian nasional dan juga lembaga gerakan ekonomi rakyat ternyata tidak berkembang baik seperti di negara-negara maju (NM). Oleh karena itu tidak heran kenapa peran koperasi di dalam perekonomian Indonesia masih sering dipertanyakan dan selalu menjadi bahan perdebatan  karena tidak jarang koperasi dimanfaatkan di luar kepentingan generiknya.

Di Indonesia pengenalan koperasi memang dilakukan oleh dorongan pemerintah, bahkan sejak pemerintahan penjajahan Belanda telah mulai diperkenalkan. Gerakan koperasi sendiri mendeklarasikan sebagai suatu gerakan sudah dimulai sejak tanggal 12 Juli 1947 melalui Kongres Koperasi di Tasikmalaya. Pengalaman di tanah air kita lebih unik karena koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh secara alami di jaman penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan diberikan kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar. Dan atas dasar itulah kemudian melahirkan berbagai penafsiran bagaimana harus mengembangkan koperasi (Soetrisno, 2003).

Lembaga koperasi sejak awal diperkenalkan di Indonesia memang sudah diarahkan untuk berpihak kepada kepentingan ekonomi rakyat yang dikenal sebagai golongan ekonomi lemah. Strata ini biasanya berasal dari kelompok masyarakat kelas menengah kebawah. Eksistensi koperasi memang merupakan suatu fenomena tersendiri, sebab tidak satu lembaga sejenis lainnya yang mampu menyamainya, tetapi sekaligus diharapkan menjadi penyeimbang terhadap pilar ekonomi lainnya. Lembaga koperasi oleh banyak kalangan, diyakini sangat sesuai dengan budaya dan tata kehidupan  bangsa Indonesia. Di dalamnya terkandung muatan menolong diri sendiri, kerjasama untuk kepentingan bersama (gotong royong), dan beberapa esensi moral lainnya. Sangat banyak orang mengetahui tentang koperasi meski belum tentu sama pemahamannya, apalagi juga hanya sebagian kecil dari populasi bangsa ini yang mampu berkoperasi secara benar dan konsisten. Sejak kemerdekaan diraih, organisasi koperasi selalu memperoleh tempat sendiri dalam struktur perekonomian dan mendapatkan perhatian dari pemerintah.  Keberadaan koperasi sebagai lembaga ekonomi rakyat ditilik dari sisi usianyapun yang sudah lebih dari 50 tahun berarti sudah relatif matang. Sampai dengan bulan November 2001, berdasarkan data Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), jumlah koperasi di seluruh  Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-5November 2001, sebanyak 96.180 unit (88,14 persen). Hingga  tahun 2004 tercatat 130.730, tetapi yang aktif mencapai 28,55%, sedangkan yang menjalan rapat tahunan anggota (RAT) hanya 35,42% koperasi saja. Data terakhir tahun 2006 ada 138.411 unit dengan anggota 27.042.342 orang akan tetapi yang aktif 94.708 unit dan yang tidak aktif sebesar 43.703 unit.  Namun uniknya, kualitas perkembangannya selalu menjadi bahan perdebatan karena tidak jarang koperasi dimanfaatkan di luar kepentingan generiknya. Juga, secara makro pertanyaan yang paling mendasar berkaitan dengan kontribusi koperasi terhadap  Produk Domestik Bruto (PDB), pengentasan kemiskinan, dan penciptaan lapangan kerja. Sedangkan secara mikro pertanyaan yang mendasar berkaitan dengan kontribusi koperasi terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan anggotanya.  Menurut Merza (2006), dari segi kualitas, keberadaan koperasi masih  perlu upaya yang sungguh-sungguh untuk ditingkatkan mengikuti tuntutan lingkungan dunia usaha dan lingkungan kehidupan dan kesejahteraan para anggotanya. Pangsa koperasi dalam berbagai kegiatan ekonomi masih relatif kecil, dan ketergantungan koperasi terhadap bantuan dan perkuatan dari pihak luar, terutama Pemerintah, masih sangat besar.

Dari hasil survey  kondisi koperasi di Indonesia saat ini sangat memperihatinkan. Sebanyak 27 persen dari 177.000 koperasi yang ada di Indonesia atau sekitar 48.000 koperasi kini tidak aktif. Hal itu mengindikasikan kondisi koperasi di Indonesia saat ini masih memprihatinkan. “Angka koperasi yang tidak aktif memang cukup tinggi. Saat ini jumlah koperasi di Indonesia ada sekitar 177 ribu dan yang tidak aktif mencapai 27 persen,” jelas Guritno Kusumo, Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM. Ia mengatakan, ada bebeapa faktor penyebab banyaknya koperasi tidak aktif, di antaranya pengelolaan yang tidak profesional. Namun demikian hingga kini kementerian masih melakukan pendataan untuk mengetahui hal tersebut. Dalam hal ini, kementrian terus melakukan pengkajian. Rencananya koperasi yang tidak sehat tersebut akan dipilah sesuai kondisinya. Namun bila sudah tidak ada pengurusnya, koperasi yang tidak aktif tersebut akan dibubarkan.




 Bagaimana cara agar koperasi dapat maju dan berkembang di negara berkembang ?

Kendala yang dihadapi masyarakat dalam mengembangkan koperasi di Negara berkembang adalah sebagai berikut :
1.    Sering koperasi, hanya dianggap sebagai organisasi swadaya yang otonom partisipatif dan demokratis dari rakyat kecil (kelas bawah) seperti petani, pengrajin, pedagang dan pekerja/buruh
2.    Disamping itu ada berbagai pendapat yang berbeda dan diskusi-diskusi yang controversial mengenai keberhasilan dan kegagalan seta dampak koperasi terhadapa proses pembangunan ekonomi social di negara-negara dunia ketiga (sedang berkembang) merupakan alas an yang mendesak untuk mengadakan perbaikan tatacara evaluasi atas organisasi-organisasi swadaya koperasi.
3.    Kriteria ( tolok ukur) yang dipergunakan untuk mengevaluasi koperasi seperti perkembangan anggota, dan hasil penjualan koperasi kepada anggota, pangsa pasar penjualan koperasi, modal penyertaan para anggota, cadangan SHU, rabat dan sebagainya, telah dan masih sering digunakan sebagai indikator mengenai efisiensi koperasi.

Konsepsi mengenai sponsor pemerintah dalam perkembangan koperasi yang otonom dalam bentuk model tiga tahap, yaitu :

1.    Tahap pertama : Offisialisasi –> Mendukung perintisan pembentukan Organisasi Koperasi. Tujuan utama selama tahap ini adalah merintis pembentukan koperasi dari perusahaan koperasi, menurut ukuran, struktur dan kemampuan manajemennya,cukup mampu melayani kepentingan para anggotanya secara efisien dengan menawarkan barang dan jasa yang sesuai dengan tujuan dan kebutuhannya dengan harapan agar dalam jangka panjang mampu dipenuhi sendiri oleh organisasi koperasi yang otonom.

2.    Tahap kedua : De Offisialisasi –> Melepaskan koperasi dari ketergantungannya pada sponsor dan pengawasan teknis, Manajemen dan keuangan secara langsung dari organisasi yand dikendalikan oleh Negara. Tujuan utama dari tahap ini adalah mendukung perkembangan sendiri koperasi ketingkat kemandirian dan otonomi .artinya, bantuan, bimbingan dan pengawasan atau pengendalian langsung harus dikurangi.

Kelemahan-kelemahan dalam penerapan kebijakan dan program yang mensponsori pengembangan koperasi, yaitu :
1.    Untuk membangkitkan motivasi para petani agar menjadi anggota koperasi desa, ditumbuhkan harapan-harapan yang tidak realistis pada kerjasama dalam koperasi bagi para anggota dan diberikan janji-janji mengenai perlakuan istimewa melalui pemberian bantuan pemerintah.
2.    Selama proses pembentukan koperasi persyaratan dan kriteria yang yang mendasari pembentukan kelompok-kelompok koperasi yang kuatdan, efisien, dan perusahaan koperasi yang mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya secara otonom, tidak mendapat pertimbangan yang cukup.
3.    Karena alas an-alasan administrative, kegiatan pemerintah seringkali dipusatkan pada pembentukan perusahaan koperasi, dan mengabaikan penyuluhan, pendidikan dan latihan para naggota, anggota pengurus dan manajer yang dinamis, dan terutama mengabaikan pula strategi-strategi yang mendukung perkembangan sendiri atas dasar keikutsertaan anggota koperasi.
4.    Koperasi telah dibebani dengan tugas-tugas untuk menyediakan berbagai jenis jasa bagi para anggotanya (misalnya kredit), sekalipun langkah-langkah yang diperlukan dan bersifat melengkapi belum dilakukan oleh badan pemerintah yang bersangkutan (misalnya penyuluhan).
5.    Koperasi telah diserahi tugas, atau ditugaskan untuk menangani program pemerintah, walaupun perusahaan koperasi tersebut belum memiliki kemampuan yang diperlukan bagi keberhasilan pelaksanaan tugas dan program itu.
6.    Tujuan dan kegiatan perusahaan koperasi (yang secara administratif dipengaruhi oleh instansi dan pegawai pemerintah) tidak cukup mempertimbangkan, atau bahkan bertentangan dengan, kepentingan dan kebutuhan subyektif yang mendesak, dan tujuan-tujuan yang berorientasi pada pembangunan para individu dan kelompok anggota.

Sumber:
http://nadyariess.blogspot.com/2013/12/pembangunan-koperasi.html 

BAB 11

PERANAN KOPERASI DI PASAR PERSAINGAN SEMPURNA

Koperasi dalam Pasar Persaingan Sempurna
Perusahaan-perusahaan dalam pasar persaingan sempurna bersifat “penerima harga” (price taker). Kurva permintaan yang dihadapi sebuah perusahaan dalam pasar persaingan sempurna merupakan sebuah garis horizontal pada tingkat harga yang berlaku di pasar.
Kuantitas output ditentukan berdasarkan harga pasar dan tujuan memaksimumkan laba, yaitu pada saat MR = MC.
Dalam jangka waktu yang sangat pendek, kurva penawaran pasar berbentuk garis vertikal sehingga harga ditentukan oleh permintaan pasar. Dalam jangka panjang, harga dapat naik, tetap atau turun tergantung pada perubahan permintaan komoditi yang bersangkutan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Jenis pasar persaingan sempurna terjadi ketika jumlah produsen sangat banyak sekali dengan memproduksi produk yang sejenis dan mirip dengan jumlah konsumen yang banyak. Contoh produknya adalah seperti beras, gandum, batubara, kentang, dan lain-lain.
Ciri-ciri Pasar Pesaingan Sempurna :
1. Adanya penjual dan pembeli yang sangat banyak.
Banyaknya penjual dan pembeli menyebabkan masing-masing pihak tidak dapat mempengaruhi harga. Harga ditentukan oleh mekanisme permintaan dan penawaran di pasar. Dengan demikian, pengusahalah yang menyesuaikan usahanya dengan harga pasar yang telah ada. Demikian pula konsumen secara perorangan tidak dapat mempengaruhi harga pasar dengan jalan memperbesar atau memperkecil jumlah pembeliannya.
2. Produk yang dijual perusahaan adalah sejenis (homogen).
Produk yang ditawarkan adalah sama dalam segala hal. Dalam pikiran pembeli, masing-masing hasil produksi suatu perusahaan dilihat sebagai sebuah substitusi yang sempurna untuk hasil produksi dari perusahaan lain di pasaran. Akibatnya penentuan pembelian oleh konsumen tidak tergantung kepada siapa yang menjual produk tersebut.
3. Perusahaan bebas untuk masuk dan keluar.
Masing-masing penjual ataupun pembeli mempunyai kebebasan untuk masuk dan keluar pasar. Tidak turut sertanya salah satu pengusaha atau pembeli dalam pasar tersebut, tidak akan berpengaruh kepada harga pasar, karena jumlah produk yang ditarik/dibeli sedemikian kecilnya sehingga dapat diabaikan jika dibandingkan dengan total produk yang terdapat di pasar.
4. Para pembeli dan penjual memiliki informasi yang sempurna.
Para penjual dan pembeli mempunyai informasi yang lengkap mengenai kondisi pasar, struktur harga, dan kuantitas barang yang sesungguhnya. Keterangan ini mudah didapat dan tidak memerlukan biaya yang besar (costless).


Koperasi Dalam Pasar Monopoli
Pasar monopoli (dari bahasa Yunani: monos, satu + polein,menjual) adalah suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar. Penentu harga pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering disebut sebagai “monopolis”.
Sebagai penentu harga (price-maker), seorang monopolis dapat menaikan atau mengurangi harga dengan cara menentukan jumlah barang yang akan diproduksi; semakin sedikit barang yang diproduksi, semakin mahal harga barang tersebut, begitu pula sebaliknya. Walaupun demikian, penjual juga memiliki suatu keterbatasan dalam penetapan harga. Apabila penetapan harga terlalu mahal, maka orang akan menunda pembelian atau berusaha mencari atau membuat barang subtitusi (pengganti) produk tersebut atau lebih buruk lagi mencarinya di pasar gelap (black market).
Ciri-ciri Pasar Monopoli :
1. Perusahaan penjual atau yang menghasilkan produk hanya satu.
Sehingga konsumen tidak dapat memperoleh produk atau jasa yang dijual oleh perusahaan monopoli ini di pengusaha atau produsen lainnya.
2. Tidak ada produk substitusinya.
Artinya tidak dapat digantikan penggunaannya oleh produk lain. Tidak ada produk lain yang serupa serta dapat memberikan jasa yang diperlukan.
3. Konsumen produk yang monopoli adalah banyak.
Sehingga yang bersaing dalam pasar produk tersebut adalah konsumen, sedangkan pengusahanya bebas dari persaingan.
Dari sudut cakupan monopoli, ada yang bersifat lokal, regional, dan nasional. Contohnya :
Lokal : KUD adalah sebagai penyalur tunggal Kredit Usaha Tani (KUT) dan pupuk.
Regional : PDAM adalah penyediaan air minu bersih yang dimonopoli oleh PDAM setempat.
Nasional : PLN adalah monopoli di bidang pelayanan listrik
Koperasi dalam pasar monopolistik
Pada pasar monopolistik, produsen memiliki kemampuan untuk mempengaruhi harga walaupun pengaruhnya tidak sebesar produsen dari pasar monopoli atau oligopoli. Kemampuan ini berasal dari sifat barang yang dihasilkan. Karena perbedaan dan ciri khas dari suatu barang, konsumen tidak akan mudah berpindah ke merek lain, dan tetap memilih merek tersebut walau produsen menaikkan harga. Misalnya, pasar sepeda motor di Indonesia.
Ciri-ciri Pasar Monopolistik :
1. Penjual atau pengusaha dari suatu produk adalah banyak, serta jenis produk yang beragam.
Misalnya produk rokok, rokok diproduksi oleh banyak pengusaha, dan setiap pengusaha satu sama lain bersaing secara tidak sempurna.
Produk yang ditawarkan tidak sama dalam segala hal. Akibatnya penentuan pembelian oleh konsumen tergantung kepada siapa yang menjual produk tersebut. Disini, perusahaan-perusahaan terpacu untuk terikat dalam persaingan non-harga, misalnya melalui periklanan dan tipe lain dari promosi, karena produk yang dihasilkan tidak sejenis dan para pembeli atau konsumen tidak mengetahuinya.
2. Ada produk substitusinya.
Dapat digantikan penggunaannya secara sempurna oleh produk lain. Ada produk lain yang serupa yang dapat memberikan kepuasan yang sama.
3. Keluar atau masuk ke industri relative mudah.
4. Harga produk tidak sama di semua pasar.
Tetapi berbeda-beda sesuai dengan keinginan penjual, karena penjual atau pengusaha dalam pasar ini adalah banyak sehingga konsumen yang harus menyesuaikan dalam hal “harga”.
5. Pengusaha dan konsumen produk tertentu sama-sama bersaing.
Tetapi persaingan tersebut tidak sempurna, karena produk yang dihasilkan tidak sama dalam banyak hal. Produk pengusaha yang mana yang akan menduduki tempat monopolistic, ditentukan oleh konsumen produk tersebut dan bukan pengusahanya.
Koperasi dalam pasar monopsoni
Monopsoni adalah kebalikan dari monopoli, yaitu di mana hanya terdapat satu pembeli saja yang membeli produk yang dihasilkan.
Ciri-ciri pasar monopsoni :
• Banyak terdapat penjual atau produsen.
• Harga dan jumlah kuantitas produk yang ditawarkan dikuasai oleh harga pasar.
• Sangat mudah untuk masuk ke pasar
• Tidak butuh strategi dan promosi untuk sukses
Koperasi Dalam Pasar Oligopoli
Pasar oligopoli adalah pasar di mana penawaran satu jenis barang dikuasai oleh beberapa perusahaan. Umumnya jumlah perusahaan lebih dari dua tetapi kurang dari sepuluh.
Dalam pasar oligopoli, setiap perusahaan memposisikan dirinya sebagai bagian yang terikat dengan permainan pasar, di mana keuntungan yang mereka dapatkan tergantung dari tindak-tanduk pesaing mereka. Sehingga semua usaha promosi, iklan, pengenalan produk baru, perubahan harga, dan sebagainya dilakukan dengan tujuan untuk menjauhkan konsumen dari pesaing mereka.
Ciri-ciri pasar Oligopoli:
1. Terdapat banyak pembeli di pasar.
Umumnya dalam pasar oligopoly adalah produk-produk yang memiliki pangsa pasar besar dan merupakan kebutuhan sehari-hari, seperti semen, Provider telefon selular, air minum, kendaraan bermotor, dan sebagainya.
2. Hanya ada beberapa perusahaan(penjual) yang menguasai pasar.
3. Umumnya adalah penjual-penjual (perusahaan) besar yang memiliki modal besar saja (konglomerasi).
Karena ada ketergantungan dalam perusahaan tersebut untuk saling menunjang. Contoh: bakrie group memiliki pertambangan, property, dan perusahaan telefon seluler (esia)
4 Produk yang dijual bisa bersifat sejenis, namun bisa berbeda mutunya.
Perusahaan mengeluarkan beberapa jenis sebagai pilihan yang berbeda atribut, mutu atau fiturnya. Hal ini adalah alat persaingan antara beberapa perusahaan yang mengeluarkan beberapa jenis produk yang sama, atau hamper sama di dalam pasar oligopoly

SUMBER: http://noviantiputri772.wordpress.com/2013/11/09/peranan-koperasi-pada-pasar-persaingan-sempurnamonopolistikdan-oligopoli/

BAB 10


BAB 10
EVALUASI KEBERHASILAN KOPERASI DILIHAT DARI SISI PERUSAHAAN

A. Efisiensi Perusahaan Koperasi
               Koperasi merupakan badan usaha yang di landasi dengan kumpulan orang-orang bukan kumpulan modal. Oleh karena itu koperasi tidak boleh terlepas dari ukuran efisiensi bagi usahanya, meskipun tujuan utamanya melayani anggota.

• Ukuran kemanfaatan ekonomis adalah adalah manfaat ekonomi dan pengukurannya dihubungkan dengan teori efisiensi, efektivitas serta waktu terjadinya transaksi atau diperolehnya manfaat
ekonomi.

• Efesiensi adalah: penghematan input yang di ukur dengan cara membandingkan input anggaran atau seharusnya (Ia) dengan input realisasi atau sesungguhnya (Is), jika Is < Ia di sebut (Efisien). Efesiensi koperasi adalah suatu teori yang membahas tentang suatu hasil yang sesuai dengan kemauan dan harapan yang akan membuahkan hasil maksimal. Di hubungkan dengan waktu terjadinya transaksi/di perolehnya manfaat ekonomi oleh anggota dapat di bagi menjadi dua jenis manfaat ekonomi yaitu :

1. Manfaat ekonomi langsung (MEL) adalah manfaat ekonomi yang diterima oleh anggota langsung di peroleh pada saat terjadinya transaksi antara anggota dengan koperasinya

2. Manfaat ekonomi tidak langsung (METL). adalah manfaat ekonomi yang diterima oleh anggota bukan pada saat terjadinya transaksi, tetapi di peroleh kemudian setelah berakhirnya suatu periode tertentu atau periode pelaporan keuangan/pertanggungjawaban pengurus & pengawas, yakni penerimaan SHU anggota.

• Manfaat ekonomi pelayanan koperasi yang di terima anggota dapat di hitung dengan cara sebagai berikut: TME = MEL + METL MEN = (MEL + METL) – BA

• Bagi suatu badan usaha koperasi yang melaksanakan kegiatan serba usaha (multipurpose), maka besarnya manfaat ekonomi langsung dapat di hitung dengan cara sebagai berikut : MEL = EfP + EfPK + Evs + EvP + EvPU METL = SHUa Efisiensi Perusahaan / Badan Usaha Koperasi:

1. Tingkat efisiensi biaya pelayanan BU ke anggota (TEBP) = Realisasi Biaya pelayanan Anggaran biaya pelayanan = Jika TEBP < 1 berarti efisien biaya pelayanan BU ke anggota 2. Tingkat efisiensi biaya usaha ke bukan anggota (TEBU) = Realisasi biaya usaha Anggaran biaya usaha Jika TEBU < 1 berarti efisien biaya usaha

2. Efektivitas Koperasi Efektivitas adalah pencapaian target output yang di ukur dengan cara membandingkan output anggaran atau seharusnya (Oa), dengan output realisasi atau sungguhnya (Os), jika Os > Oa di sebut efektif.
Rumus perhitungan Efektivitas koperasi (EvK) :
EvK = Realisasi SHUk + Realisasi MEL
Anggaran SHUk + Anggaran MEL = Jika EvK >1, berarti efektif

C. Produktivitas Koperasi

                Produktivitas adalah pencapaian target output (O) atas input yang digunakan (I), jika (O>1) disebut produktif.
Rumus perhitungan produktivitas perusahaan koperasi :
PPK = S H U X 100%
Modal koperasi
= Rp. 102,586,680 X 100%
Rp. 118,432,448
= Rp. 86.62
Dari hasil ini dimana PPK > 1 maka koperasi ini adalah produktif.

RENTABILITAS KOPERASI
Untuk mengukur tingkat rentabilitas koperasi KSU SIDI maka digunakan rumus perhitungan sebagai berukut:
Rentabilitas = S H U X 100%
AKTIVA USAHA
= Rp. 102,586,680 X 100%
Rp. 518,428,769
Rp. 19.79 %
Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa setiap Rp.100,- aktiva usaha mampu menghasilkan sisa hasil usaha sebesar Rp.19.79,-. Hal ini berarti koperasi KSU SIDI Sanur mampu mengembangkan usahanya dengan baik kea rah yang meningkat.

D. Analisis Laporan Koperasi
             
 Laporan keuangan koperasi merupakan bagian dari laporan pertanggungjawaban pengurus tentang tata kehidupan koperasi. Laporan keuangan sekaligus dapat dijadikan sebagai salah satu alat evaluasi kemajuan koperasi. Laporan Keuangan Koperasi berisi
(1) Neraca,
(2) perhitungan hasil usaha (income statement),
(3) Laporan arus kas (cash flow),
(4) catatan atas laporan keuangan
(5) Laporan perubahan kekayaan bersih sbg laporan keuangan tambahan.

Perhitungan hasil usaha pada koperasi harus dapat menunjukkan usaha yang berasal dari anggota dan bukan anggota. Alokasi pendapatan dan beban kepada anggota dan bukan anggota pada perhitungan hasil usaha berdasarkan perbandingan manfaat yang di terima oleh anggota dan bukan anggota.
Laporan koperasi bukan merupakan laporan keuangan konsolidasi dari koperasi-koperasi. Dalam hal terjadi penggabungan dua atau lebih koperasi menjadi satu badan hukum koperasi, maka dalam penggabungan tersebut perlu memperhatikan nilai aktiva bersih yang riil dan bilamana perlu melakukan penilaian kembali. Dalam hal operasi mempunyai perusahaan dan unit-unit usaha yang berada di bawah satu pengelolaan, maka di susun laporan keuangan konsolidasi atau laporan keuangan gabungan.